Kerajaan Blambangan ialah kerajaan yang sangat lama bertahan kepada serbuan kerajaan Mataram serta VOC. Bukan cuma keelokan alam yang terbentang besar di alam Blambangan ini, kekayaan adat pula jadi karakteristik khas terkenal yang dibesarkan oleh maysarakatnya.
Salah satu kenyataan karakteristik Banyuwangi merupakan penduduknya yang multi culuture yang tercipta dari 3 bagian warga ialah kaum Jawa, kaum Madura serta kaum Osing Banyuwangi.
Tetapi bersumber pada asal usul kaum Osing merupakan kaum asli Banyuwangi yang hingga saat ini sedang bertahan di Banyuwangi dengan seluruh adat- istiadat serta kulturnya yang sedang terpelihara.
Kaum Osing ialah masyarakat asli Banyuwangi sebab kaum Osing merupakan warga yang hidup pada rezim kerajaan Blambangan.
Kaum Osing Banyuwangi pula mempunyai adat istiadaat adat, bahasa yang berlainan dari warga Jawa serta Madura.
Semacam apa karakteristik kaum asli Banyuwangi?
Silahkan ikuti keterangannya mengenai bermacam data kaum Osing Banyuwangi selanjutnya.
Baca pula: Mojosemi Forest Park
Wong Osing
Wong- Osing- Banyuwangi
Kaum Osing Banyuwangi menaiki sebagian kecamatan di kabupaten Banyuwangi bagian tengah serta utara. Paling utama di kecamatan Banyuwangi, kecamatan rogojampi, Sempu, Gelagah Singojuruh, Giri, Kalipuro serta Songgon.
Kaum Osing ataupun lebih diketahui dengan wong Osing mempunyai bahasa sendiri ialah bahasa Osing yang ialah anak langsung dari bahasa jawa kuno tetapi bukan ialah bahasa Jawa sebab dialegnya yang berlainan.
Dari sistem keyakinan wong Osing dulu merupakan penganut agama hindu semacam Majapahit. Tetapi bersamaan bertumbuhnya kerajaan islam di Pantura ataupun Tepi laut Utara jawa menimbulkan agama Islam kilat menabur di golongan kaum Osing.
Dikeseharian, mata pencaharian kaum Osing merupakan bertani, bercocok tanam serta beberapa kecil yang lain merupakan orang dagang serta karyawan di aspek resmi semacam pegawai, guru serta karyawan pemda.
Baca pula: Pulau Bawean
Ritual Pecel Pitik
Ritual- Pecel- Pithik- Suku- Osing- Banyuwangi
Kemiren merupakan julukan dusun di area Gelagah kabupaten Banyuwangi yang ialah dusun darmawisata. Di dusun ini ada perkampungan asli masyarakat kaum Osing Banyuwangi. Di dusun ini kaum Osing sedang menjaga adat- istiadat serta angka angka leluhurnya.
Perihal ini nampak nyata dengan tradisi harus yang dicoba masyarakat dekat apabila tengah mengadakan suatu acara perkataan terima kasih. Mulai dari perkawinan hingga sunatan anak lelakinya.
Salah satu ritual yang dicoba masyarakat dusun Kemiren pada hari kamis serta pekan merupakan ritual eliminasi dari perihal perihal yang kurang baik ataupun lazim yang diketahui dengan pecel pitik. Ritual ini merupakan ritual makan bersama di salah satu kuburan kakek moyang yang sangat dihormati.
Saat sebelum mengawali ritual, awal tama yang wajib dicoba merupakan mempersiapkan materi materi pembuatan pecel pitik terlebih dulu. Semacam parutan kelapa yang tidak sangat berumur, ayam desa serta bahan bahan semacam cabai, belacan, kemiri, bawang putih, kencur serta kacang.
Metode pembuatannya juga relative gampang, ayam desa terbakar sampai matang diatas tumpukan kusen konvensional. Serta terdapat satu ketentuan yang tidak bisa dilanggar merupakan olahan serupa sekali tidak bisa dicicipi hingga ritual berakhir. Sehabis seluruhnya sedia dihidangkan santapan disusun dalam bawaan spesial.
Saat sebelum mengantar ke kuburan eyang kecil terdapat salah satu ketentuan yang wajib dipadati ialah apabila pria wajib memakai ikat kepala ataupun udeng khas kaum Osing. Ini ialah ikon masyarakat Osing menyambut kita selaku bagian dari mereka. Sehabis sedia seluruh, ekspedisi juga diawali ke kuburan eyang kecil.
Sesampainya di kuburan ritual dimulaai dengan menyisihkan beberapa santapan buat diletakkan didalam kuburan.
Setelah itu sehabis ayam dijadikan bagian bagian lebih kecil mereka mengistilahkannya di ucel- ucel setelah itu diaduk dengan kelapa serta materi yang lain. Ritual juga dilanjutkan berharap dengan berharap desakan dilancarkan.
Kemudian tibalah dikala memakan santapan bersama- sama. Terdapat keyakinan bila terus menjadi banyak jatah yang kita makan serta habiskan hingga terus menjadi besar pula rejeki yang hendak diperoleh.
Berakhir bersantap ritual juga berakhir. Istimewanya lagi adat- istiadat pecel pitik ini tidak tiap hari kita jalani ataupun temui. Ritual ini umumnya dicoba kaum osing di dusun Kemiren pada hari kamis serta pekan pada jam 2 siang hingga 7 malam.
Ikuti serta baca: Darmawisata Misterius di Banyuwangi
Bengkel seni Ganjah Arum
Sanggar- Ganjah- Arum- Suku- Osing- Banyuwangi
Untuk Kamu yang tidak mempunyai durasi banyak buat menjelajahi dusun Kemiren, terdapat satu tempat yang bisa didatangi yang amat mereprentasi ataupun cerminan dusun adat kaum Osing.
Baca pula: Tepi laut Pulau Merah
Tempat ini telah bisa menggantikan kunjungan Kamu di dusun Kemiren kala mau mendatangi rumah ataupun tempat tinggalnya dan seni serta budayanya.
Merupakan suatu tempat bernama bengkel seni Ganjah Arum kepunyaan salah satu pelestari adat Osing bernama Setiawan Subekti. Bengkel seni yang dikemas apik serta konsep konvensional ini oleh wiraswasta perkebunan itu dijadikan kolam museum kaum Osing Banyuwangi selaku kaum asli Banyuwangi.
Masuk ketempat dengan besar dekat 7000 m persegi ini kita hendak temui aturan rumah serta barang barang kuno yang menggambarkan serta melukiskan dusun kemiren pada era 50 tahun kemudian.
7 buah rumah tekel ditata tidak teratur bersama beberapa ornament kuno semacam bebatuan fosil, mesin ketik serta telephone kuno dan bermacam berbagai barang barang konvensional yang lain.
Baca pula: Kawah Ijen, Banyuwangi
Barang- barang itu semacam angklung paglak ialah suatu tempat buat memainkan perlengkapan nada angklung khas banyuwangi dengan besar 2 X 3 m.
Apabila dicermati wujud rumah osing nyaris serupa dengan rumah khas Madura. yang melainkan cuma wujud kusen asbes jaran kudanya saja.
Rumah osing asbes jaran kudanya terdapat 2 dimana bagian atas yang lazim diucap lambing lebih jauh dari yang dibawah ataupun lazim yang diucap jahit pendek.
Tidak hanya rumah serta ornament- ornament- nya yang dilestarikan oleh pak Iwan merupakan salah satu tumbuhan khas kaum Osing ialah bulir kopi. Apalagi sedemikian itu cintanya dengan kopi kaum osing, ditempat ini lah lahir sejenis cogan“ Sekali campur kita berkeluarga”.
Tidak bingung bila wisatawan- wisatawan lokal serta mancanegara dan tokoh- tokoh berarti tiba mendatangi keelokan adat Osing ataupun hanya menikmati kopi racikannya.
Ikuti serta baca: Keangkeran Dasar Purwo Banyuwangi
Indahnya Buaian Nada Othekan
Musik- Othekan- Suku- Osing- Banyuwangi
Banyak keelokan asli Banyuwangi yang lahir dari kaum Osing Banyuwangi ini. Ucap saja salah satunya tari dambakan yang sedemikian itu memesona. Serta seseorang bedaya datuk emak Temu merupakan salah satu saksi hidup yang amat dihormati penari- penari dambakan di Banyuwangi.
Tidak sedikit yang berlatih langsung ataupun hanya memohon restunya masing- masing kali hendak melaksanakan pementasan. Sehabis sejenak memandang emak Temu berajojing serta mendedangkan lagu dambakan, kita berpeluang memandang keelokan yang lain yang tidak takluk mempesonanya.
Keelokan itu merupakan nada othekan. Nada othekan jadi istimewa serta luar biasa merupakan kombinasi nada yang dipakai ialah lesung serta alung, perlengkapan alu antah yang dipadu dengan angklung serta biola.
Para pemeran musiknya merupakan perempuan serta laki- laki yang umurnya telah sepuh. Saat sebelum mulai, para nenek yang memakai pakaian konvensional bercorak gelap ini nampak memegang perkakas sirih.
Adat- istiadat menginang ini kayaknya jadi bagian yang tidak terabaikan oleh warga kaum Osing apabila telah merambah umur petang. Pada awal mulanya adat- istiadat ini dimainkan oleh kaum Osing dikala era panen antah berakhir, tetapi saat ini othekan dapat dimainkan pada dikala acara ataupun syukuran.